Levi,
adalah orang yang tidak pernah mau jujur dengan perasaannya.
Levi,
adalah orang yang tidak pernah mau bersentuhan dengan sesuatu yang kotor.
Levi,
adalah orang yang tidak pernah berkata manis pada orang lain.
Tapi..
Seorang
Levi tidak akan pernah melepaskan apa yang diklaim sebagai miliknya.
Seorang
Levi tidak akan pernah membiarkan miliknya terluka.
Seorang
Levi tidak akan pernah membiarkan hal yang bersih menjadi kotor.
Karena
Levi—
.
Never
Kawaguchi
Ryuumei
.
Shingeki
no Kyojin
Hajime
Isayama
.
Hari yang indah disuatu pagi—
DOOORRR!
—ketika dengan menggelegarnya sebuah suara memecahkan
keindahan.
Suara tembakan terdengar. Disusul dengan asap merah
yang mencuat keatas. Menandakan ada titan
yang mendekat.
Hari ini, Scouting
Legion mengadakan ekspedisi besar yang ke-49. Mereka akan mengadakan
penyerangan secara langsung pada titan-titan
berwajah mengesalkan itu. Tujuan mereka hanya satu, ah lebih tepatnya dua.
Hanya saja tujuan yang kedua ini hanya akan dilakukan oleh perempuan gila
berkacamata agak gelap. Hal itu karena sang komandan, Irvine Smith, tidak
menyetujui tujuan kedua.
“Di hutan! Ayo kita bergerak!”
Semua anggota Scouting
Legion yang sedang santai sambil memeriksa keadaan peralatan mereka
langsung bergegas saat perintah di lontarkan. Mereka berlari menuju kuda
masing-masing dan menungganginya menuju hutan setelah mendapat perintah dari
Irvine.
“Buntaichou,
sendirian itu terlalu berbahaya!”
Irvine yang sedang berdiri mendengar Moblit
bersungut. Di sana, Ia melihat Hanji Zoe melompat dan langsung menunggangi
kudanya dengan semangat yang meletup-letup. Pria bertubuh besar itu langsung
tersentak saat Hanji mulai pergi ke hutan sendirian.
“Irvine, jangan hentikan aku!”
“Matte, Hanji!”
teriak Irvine. Pandangannya langsung teralihkan pada sosok pemuda pendek yang
sudah menaiki kudanya. “Levi!”
Pemuda yang dipanggil Levi pun langsung mendecih
kesal saat Irvine menatapnya dengan tatapan perintah. Ia menarik tunggangannya
dan menyusul Hanji yang sudah lebih dulu ke hutan.
“Cih, benar-benar mata empat merepotkan!”
Disisi lain, Hanji yang sudah sampai di hutan
langsung bertemu dengan titan kelas
tujuh meter bermata biru dan berrambut pirang. Langsung saja sisi freaknya keluar dan menggantikan sisi
normalnya.
“Konnichiwa!
Cuaca sedang bagus, bukan?” tanya Hanji pada sang titan.
Hanji terus mencoba berinteraksi dengan titan berwajah menyedihkan itu sambil
menunggangi kudanya. Ia tertawa kegirangan saat titan itu mengejarnya dan mencoba untuk menangkapnya. Ia sudah
mendapatkan kesenangannya sendiri. Ia juga tak memperdulikan seseorang yang sedang mengejarnya dengan
rasa kesal dan khawatir dalam waktu bersamaan.
Sampai pada akhirnya titan itu menghentikan langkahnya dan berbalik arah. Seolah Hanji
sudah tak menarik untuk dijadikan santapannya.
“Hn?”
Hanji berhenti sejenak. Ia memandangi titan itu bingung. Apakah tubuh
manusianya terlalu sayang untuk dimangsa atau bagaimana? Ah, Ia tak memikirkan
itu dan langsung mengejarnya.
“Chotto matte!”
teriak Hanji.
Ia memutar balikkan arah kudanya dan berganti
mengejar titan itu.
“Kau mau ke mana?” tanya Hanji. “aahh aku tahu! Kau
akan mengajakku ke rumahmu dan bermain dengan teman-temanmu, bukan?” lanjutnya
dengan senyuman lebar penuh harap.
Titan itu terus saja berlari. Ia tak lagi
memperdulikan ada atau tidaknya manusia di sekelilingnya. Titan itu bahkan sampai menabrak pohon dan menghancurkannya. Hal
yang tentu saja sangat membuat Hanji keheranan.
“Hei, kubilang tunggu!”
Tak dijawab. Tak digubris. Keheranan Hanji semakin
menjadi saat titan itu berbelok pada
sebuah jalan. Mungkinkah titan yang
tak punya akal bisa mengingat jalan pulang?
“Apakah dia mau ke suatu tempat? Apakah titan mempunyai sikap seperti itu?” ucap
Hanji sambil tetap terfokus pada mangsanya.
Tak lama kemudian, mereka sampai pada sebuah padang
bunga di tengah hutan. Hanji menghentikan laju kudanya dan membiarkan titan itu berlari dan berhenti pada
sebuah pohon besar yang berlubang.
Manik kecoklatan miliknya memperhatikan setiap
gerakan yang dibuat oleh titan itu.
Sebuah hal tak terduga membuat pupil matanya
membesar. Titan itu membenturkan
kepalanya pada pohon besar itu dengan erangan-erangan yang menyedihkan bagi
Hanji. Pohon besar dan kokoh itu bahkan hampir tumbang hanya dengan sekali
benturan. Menandakan betapa besarnya kekuatan yang dimiliki oleh titan kelas tujuh meter tersebut.
Hanji turun dari kudanya. Dengan perlahan Ia
melangkah menuju titan yang aneh itu.
“Ada apa?” tanyanyanya kebingungan. Ia mengambil
alatnya dan kembali menatap titan
yang masih membenturkan kepalanya itu. “apa yang kau lakukan?”
Titan itu
terus membenturkan kepalanya tanpa henti. Dari erangan yang didengar Hanji,
tampaknya titan itu sedang bersedih.
“Ini.. adalah tempat yang ingin kau kunjungi?”
Langkahnya terhenti saat raksasa itu berbalik
badan dan menyerang Hanji dengan
tangannya. Dan beruntunglah karena reflek gadis itu bagus, Ia segera
menggunakan Manuver 3D miliknya dan mendarat diatas pohon.
“Whooaa, itu hampir saja,” teriaknya senang. “ada
apa? Ayo katakan saja,”
Hanji menunggu reaksi titan itu dengan sabar. Ia mencoba untuk memahami setiap detail
dari erangan suaranya juga serang-serangan yang dilancarkan. Meskipun hal-hal
gila yang Ia lakukan ini dapat merenggut nyawanya kapan saja jika takdir sudah
bertindak.
Baru saja gadis itu ingin berinteraksi lagi dengan
raksasa menyebalkan itu, ketika sebuah serangan dilancarkan dari seseorang
menghentikannya. Tampak di sana Auruo mencoba menyerang titan itu dengan membabi buta.
“Tunggu, Auruo!”
seru Hanji.
Belum selesai Hanji bicara, ketika dengan tiba-tiba
Levi muncul dengan gaya memutar khas miliknya yang memukau. Lelaki bermata
tajam itu langsung saja menebas bagian belakang leher sang titan. Membuat Hanji shock karena bahan penelitian yang akan
ditangkapnya hidup-hidup menjadi tak bernyawa.
Hanji memandangi raksasa yang sudah mulai berasap dan
perlahan menjadi tulang belulang itu dengan pandangan sulit diartikan. Matanya
membulat tak parcaya. Ia jatuh dengan kedua lutut yang menumpu berat badannya.
“Padahal ia bisa saja menjadi objek penelitianku..”
ucapnya. “kalau aku bisa menyelidikinya, umat manusia bisa saja maju satu
langkah…”
Ucapannya terhenti saat sebuah tangan menarik kerah
bajunya dan memaksanya untuk menatap wajah seseorang yang amat dikenalnya. Ia
menatap mata yang tampak berkilat dengan berbagai macam emosi disana.
“Diamlah, mata empat sialan!”
Pemuda yang diketahuinya bernama Levi menggeram kesal
dengan tingkah lakunya. Ia menatap Hanji dengan penuh amarah. “Kalau kau ingin
menjadi kotoran titan, aku takkan
menghentikanmu. Tapi jangan membuat orang lain dalam bahaya!”
Mata Hanji berkedip polos. Baru kali ini Ia melihat
Levi semarah itu padanya setelah bertahun-tahun mengenalnya. Tapi tak lama, Ia
menyunggingkan sebuah senyum tanpa dosa yang amat dibenci Levi.
“Titan
tidak buang air besar,” sahutnya santai. “bahkan mereka tak memiliki system
pencernaan,”
“Cih,” Levi berdecih dan melepaskan genggamannya pada
kerah baju Hanji dengan kasar.
Hanji bangkit setelah beberapa detik Levi
melepaskannya. Ia memandangi kerangka titan
itu dengan nanar. Selanjutnya, Ia berbalik dan melangkah meninggalkan Levi
beserta anak buahnya.
“Kau seharusnya tahu, Levi. Aku sangat
menginginkannya,” ujar Hanji tanpa menoleh.
Entah kenapa nada bicara Hanji menjadi tak
bersemangat seperti itu. Ia terlihat lebih lesu saat memandangi calon objek
penelitiannya dengan pandangan miris. Semua yang ada di situ bahkan sampai
terheran-heran dibuatnya. Seorang Hanji yang biasanya hanya akan histeris bila titan mati, sekarang menjadi tak
bersemangat.
Hanji berjalan menuju kudanya dengan langkah pelan.
Ia menungganginya dan meninggalkan regu Levi di sana tanpa mengatakan sepatah
kata pun. Satu hal lagi yang membuat semua orang keheranan.
“Ano.. Heichou..” Petra bersuara setelah hening
beberapa saat. Ia memandang sebuah objek tanpa berkedip. “sepertinya kita
menemukan bahan penelitian baru untuk Hanji-buntaichou,”
.
.
Irvine memandang Hanji yang baru saja pulang dengan
heran. Gadis yang biasanya selalu berisik itu tampak lesu setelah pulang dari
hutan. Padahal setahunya, Hanji akan selalu ceria meskipun Ia tak mendapatkan titan untuk objek penelitian hidup-hidup.
Paling-paling hanya gerutuan yang memekakkan telinga yang akan terlontar. Namun
kali ini, kepalanya menunduk dan pandangannya meredup.
Beberapa meter dibelakang Hanji, Ia melihat Levi dan
regunya pulang membawa sesuatu.
“Ada apa?” tanya Irvine pada Hanji.
Hanji tak menjawabnya. Ia melewati Irvine seolah tak
ada manusia disekelilingnya. Tak lama, Ia turun dari kuda dan menuntunnya masuk
ke kandang dan melangkah memasuki sebuah rumah yang menjadi ruangan pribadinya
untuk sementara.
Irvine hanya memperhatikan Hanji dengan alis
pirangnya yang mengernyit, ketika seseorang lebih pendek darinya melewatinya.
“Ada apa dengan Hanji, Levi?”
“Ia baru saja kehilangan objek penelitian sialannya
itu,” sahut Levi tajam. “jangan bertanya apapun lagi padaku. Lebih baik kau
segera memeriksa barang busuk yang kami temukan dalam hutan,” lanjutnya sambil
lalu.
Irvine menghela nafas lelah. Ia sangat yakin jika
Levi dan Hanji sedang bertengkar. Pandangannya teralihkan pada Auruo, Petra dan
Gunter yang membawa barang-barang tak jelas. Serta sebuah jubah lusuh berwarna
hijau tua.
Sebenarnya, siapa pemimpin di sini? Sampai-sampai Ia
bisa menuruti ucapan tajam Levi.
.
.
Hanji melepaskan jubah berlambang sayap kebebasan di
punggung itu dan melemparkannya ke sembarang arah. Ia langsung merebahkan tubuh
di sebuah ranjang dengan kedua tangan yang direntangkan.
Matanya menerawang pada atap. Ingatannya kembali
berjalan ketika Levi memarahinya dengan kata-kata yang cukup sadis untuknya.
Kalau kau ingin
menjadi kotoran titan, aku takkan menghentikanmu. Tapi jangan membuat orang
lain dalam bahaya!
Hanji menghela nafas lelah. Dilepaskannya kacamata
yang selalu bertengger dihidungnya dan menutupi wajahnya dengan sebelah tangan.
Sebenarnya Ia sangat paham bahaya yang akan terus
mengintainya jika terlalu dekat dengan titan.
Ia juga sadar tatapan membenci yang selalu Ia rasakan kalau sisi freaknya pada titan sudah menggantikan sisi normalnya. Ia sangat sadar hal
itu. Apalagi selama ini Ia tak pernah mendengarkan nasihat orang-orang yang
mengkhawatirkannya. Bahkan Moblit atau Levi sekalipun.
Tapi Ia hanya ingin membuktikan bahwa Ia bukanlah
perempuan yang hanya ahli bertarung. Ia juga sangat ingin umat manusia maju
meskipun hanya selangkah. Tapi nyatanya semua tak semulus dinding Shina. Selalu
saja ada halangan yang membuatnya kesal di tengah jalan. Padahal itulah tugas
dari Pasukan Pengintai seperti dirinya.
Dan juga pandangan marah Levi tadi…
Hanji kembali teringat kilatan kemarahan di mata
Levi. Baru kali ini Ia melihat Levi semarah itu padanya. Mata yang sudah tajam
semakin tajam saat itu. Ia bahkan merasakan aura membunuh yang pekat menguar
dari tubuh lelaki pendeknya. Meskipun Ia tahu ada setitik rasa khawatir yang
terselip samar diantara aura membunuh itu.
Hanji menghela nafas lelah lagi. Mungkin setelah ini
Ia akan keluar mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya yang penuh
dengan kepulan asap.
“Bodoh,”
Hanji menjauhkan lengannya dari wajahnya lalu menoleh
saat sebuah suara ketus menyapa indra pendengarannya. Ia memfokuskan
pandangannya karena tak menggunakan kacamatanya. Didapatinya Levi bersandar
pada pintu dengan tangan bersidekap lengkap dengan wajah cemberutnya. Gaya khas
Levi jika akan menginterogasi seseorang.
Hanji bangkit dari posisi tidurnya dan beralih duduk.
Ia meletakkan kacamatanya agak jauh dari tubuhnya. Sengaja tak digunakan
kacamatanya itu agar Ia tak bisa melihat Levi yang kini memandangnya datar.
“Jangan memasang tampang bodohmu hanya karena aku
membunuh titan sialan itu,”
Hanji menundukkan pandangan, tak ada niatan untuk
menyahuti ucapan Levi. Kedua tangannya menggenggam erat pinggiran ranjang.
“Kau dengar aku, mata empat sialan?”
Hanji tak menjawab lagi. Hal ini membuat Levi semakin
kesal. Sudah tak bersuara, Ia diacuhkan pula. Hal yang belum pernah
didapatkannya dari siapapun, Ia dapatkan dari seorang titan freak seperti Hanji Zoe.
Hanji masih terus menunduk sampai Ia melihat sepasang
kaki dibawah pandangannya. Ia tahu itu pasti Levi dan Ia takkan mengalihkan
pandangannya pada wajah yang sangat mirip dengan Sadako itu. Lagipula siapa yang berani mendekati titan freak macam dirinya selain Levi?
Tak lama kemudian, wajahnya terangkat. Lebih tepatnya
terpaksa dengan sengaja ketika tangan Levi mengambil dagunya. Pria itu meletakkan
sebelah kakinya pada pinggiran ranjang dan tangan lainnya tertumpu di lututnya.
Hal itu membuat Levi seperti mafia yang sedang mengintrogasi buruannya.
“Aku paling tidak suka diacuhkan saat sedang bicara,”
Hanji berkedip cepat saat melihat wajah Levi sangat
dekat dengan wajahnya. Terlebih saat wajah pria itu terlihat sangat mengerikan
dibandingkan dengan biasanya. Selang beberapa detik, Ia segera menepis tangan
Levi dan mulai membuka suara.
“Aku juga paling tidak suka ketika objek penelitianku
kau bunuh begitu saja,”
“Lantas kau mau apa? Kau ingin aku menghidupkannya
lagi? Gunakan otak tumpulmu dengan benar,”
“Kau tahu kalau aku sangat tertarik dengan titan aneh seperti titan tadi, aku yakin dia punya alasan kenapa dia berbalik arah dan
lebih memilih mengunjungi tengah hutan itu. Tapi kau malah membunuhnya,”
Levi menegakkan tubuhnya tanpa menurunkan sebelah
kakinya. Agak bersalah juga sebenarnya. Tapi apa boleh buat? Semuanya sudah
terjadi. Lagipula masih banyak titan
diluar sana.
“Kau mau aku membawakan titan sialan itu hidup-hidup?” tanya Levi sinis. “akan kubawakan
hari ini juga. Sebanyak apapun kau mau,”
“Tidak perlu. Titan
tadi itu sangat langka. Mungkin hanya ada satu di dunia ini,” balas Hanji
ketus.
Levi mulai kesal lagi dengan tingkah Hanji. Dengan
tak sabaran Ia mendorong Hanji sampai gadis itu kembali ke posisi awalnya. Levi
mengurung tubuh Hanji dengan kedua kakinya dan kedua tangannya mengunci tangan
Hanji.
“Berhentilah kekanakkan dan dengarkan aku, mata empat
sialan!” tegas Levi.
“Bicaralah,” sahut Hanji ketus.
Levi menggeram marah dan mengeratkan pegangannya pada
pergelangan tangan Hanji sampai gadis itu meringis kesakitan.
“Hei, kalau kau sedang ingin membunuh, sana, bunuh
saja titan-titan itu! Jangan aku yang
kau jadikan korban, pendek!” bentak Hanji sambil memberontak. Tapi tentu saja
tak dihiraukan Levi.
“Aku membunuh titan
tadi karena Ia menyerang Auruo,” desis Levi. “dan setelahnya Ia akan
menyerangmu dan yang lain,”
“Darimana kau tahu?”
“Intuisi, bodoh! Kau tahu jika intuisiku tak pernah
meleset,”
Hanji berhenti memberontak. Ia lebih memilih
memandang wajah Levi diatasnya meski samar-samar. “Kalau tahu begitu kau
seharusnya menyelamatkan aku saja dari pada membunuh titan itu,”
Kesal dengan jawaban Hanji, Levi menyumpal bibir
Hanji dengan bibirnya. Ia mencumbu bibir gadisnya dengan ganas sampai-sampai
Hanji kewalahan dibuatnya.
Hanji yang tak siap dengan perlakuan Levi membalas
ciuman ganas itu semampunya. Ia tahu jika Levi sudah seperti ini, tandanya
laki-laki itu benar-benar marah. Dan yang bisa dilakukannya hanya diam dan
mendengarkan apa yang akan disampaikan pria bermulut sadis ini.
Cukup lama Levi melancarkan serangan, sampai akhirnya
oksigen memaksa mereka untuk berhenti. Ia berusaha meraup oksigen dengan tenang
sebelum mengucapkan sepatah dua patah kata tersadis miliknya yang akan
disemprotkannya pada Hanji.
“Dengar, mata empat bodoh,” titah Levi. Ia menatap
dalam-dalam manik coklat milik Hanji. “kau selalu tahu alasanku jika sudah
menyangkut tentangmu. Jangan buat aku mengucapkannya lagi,”
"Harusnya kau jujur,” gerutu Hanji.
“Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau melakukan
hal gila itu lagi,”
“Try me,
Levi-heichou,” sahut Hanji.
Levi memandang Hanji lagi dengan tajam ketika Ia
mengingat sesuatu. Ia bangkit namun tetap mengurung Hanji dengan kedua kakinya.
Tangan kanannya merogoh saku di jaket kulitnya dan memberikan sesuatu pada
Hanji.
“Kurasa ini akan membuatmu berterima kasih padaku,”
Hanji menatap pemberian Levi dengan heran. Hanya
sebuah buku saku yang nampak sangat lusuh dengan bercak-bercak darah
menghiasinya. Masih dengan posisi tidurannya, Hanji membuka lembaran buku itu
dengan alis tertarik ke dalam. Tak lama kemudian matanya membulat kegirangan
dan senyum lebarnya keluar.
Levi tahu hal ini akan terjadi meskipun Hanji sedang
tak bisa membaca secara normal. Maka dari itu Ia hanya melirik Hanji yang dibawahnya
dengan tatapan dingin dan malasnya seperti biasa. Ia sudah sangat siap melihat
perubahan Hanji menuju sisi freaknya.
“Levi, ini…” ucap Hanji haru. Air mata kebahagiaan
nampak mengalir dengan lancar dari matanya. “kau memang mengerti aku, Leviiiiii!!!”
Levi hanya memutar mata bosan. Sebelah tangannya
mengorek telinganya yang berdengung karena teriakan Hanji. Namun dalam hati
sedikit bersyukur karena Hanji bisa menjadi gila lagi seperti biasa.
“Whoaaaa!! Yahooo!! Aku bisa melakukan penelitian
lagi dengan buku ini!” teriak Hanji sambil mengangkat bukunya.
Hanji sangat kegirangan mendapatkan buku lusuh
pemberian Levi. Ia bahkan melupakan Levi yang masih mengurungnya. Matanya
berbinar dan rona kemerahan nampak jelas di sana. Membuat empat siku-siku muncul
di sudut dahi sang pemuda yang menjabat sebagai kekasih rahasianya itu.
“Leviii~ Terima ka—“
Ucapan Hanji terpotong saat Levi kembali mencium
bibirnya. Tapi tak seganas dan membabi buta sebelumnya. Tak lama Ia juga ikut
memejamkan matanya seperti yang Levi lakukan. Pemuda itu bahkan melancarkan
serangan agak halus sehingga membuat Hanji diam-diam tersenyum senang dibalik
ciuman.
Sebelah tangan Levi mengambil tangan Hanji dan
mengalungkannya di lehernya. Hanji mengerti dan akhirnya mengalungkan kedua tangannya
pada leher lelakinya.
Ciuman mereka terus berlanjut sampai—
“Hanji-buntaichou,
aku memba—.. aaah aku tidak lihat, aku tidak lihat! Silahkan lanjutkan! Aku
akan kembali nanti!”
—Moblit datang untuk melapor.
Mereka tak menggubris dan terus melakukan ciuman itu
sampai oksigen yang akan memaksa mereka untuk berhenti.
.
Ne, Levi,
sampai di akhir pun, kau tidak pernah mau jujur dalam berkata, bukan?
.
.
— tak
pernah memandang sesuatu dengan sebelah mata, meskipun sesuatu memandangnya
dengan sebelah mata.
.
FIN
Ehm ehm.. tes tes..
SELESAAAAIIIII #bantinglaptop
Fic perdana di fandom SnK. Ga pede sebenernya buat
publish fic ini. Tapi apa boleh buat, tangan ini bertindak sesuka hati *fiuuhh
Saya bener-bener terharu :’) *tebar bunga. Saya
bahkan ga minta maaf udah bikin Levi OOC. Wkwk,
Gimana? Feelnya dapet ga? Semoga dapet ya. Ini
penggalan dari SnK movie 001 yang judulnya Buku Catatan Ilsa.
LeviHan ini adalah pairing fav saya selain
ErenMikasa. Entah kenapa saya sangat mencintai karakter dingin dan kata-kata
sadis Levi yang dibalut apik sama perawakan dan kekuatannya. Huaaaa Levi
lopyuuu!!!
Kalo masih ada typo mohon maklum, saya males periksa
lagi soalnya. Wkwk..
Udah ah segitu dulu. Reviuwnya jangan lupa ya. Terima
flame tapi yang membangun!
SEBAR VIRUS LEVIHAN~~~
Syalala~
Reviuw ya Reviuw..

0 komentar:
Posting Komentar
Thank you for visiting my blog. See ya!