Home & Tired
Bernessa Edrys
.
Kuroko no Basuke
Tadatoshi Fujimaki
.
"Jam 10 aku sampai di rumah."
"Baiklah. Hati-hati di jalan, Dai-chan."
Begitulah
kira-kira sepenggal percakapan singkat di telpon antara Daiki dan
istrinya, Satsuki, yang membuatnya ingin segera sampai di rumah.
Daiki
lelah. Semua kasus yang dia tangani hari ini membuat kepalanya seolah
ingin pecah. Dia hanya ingin segera pulang ke rumah. Titik. Tanpa ada
bantuan tanda baca lagi.
Menjadi polisi muda memang bukan sebuah
pekerjaan yang mudah bagi seseorang yang pemalas sepertinya. Tapi ini
adalah bentuk kecintaannya terhadap profesi yang kini dia geluti. Bukan
karena orang tuanya, tapi mutlak atas dasar keinginan hati.
Daiki
ingin cepat sampai dirumah. Bergelut dengan bantal dan teman-temannya,
atau mungkin dia akan mengisi perutnya terlebih dahulu. Tunggu,
sepertinya pilihan terakhir bukan hal yang benar-benar dia butuhkan saat
ini.
Kebutuhan dasar manusia yang sesungguhnya dia butuhkan
adalah tidur. Tapi karena istirahat dan tidur adalah teman baik dari
rasa nyaman, maka Daiki akan melupakan sejenak akan hal itu untuk
memantapkan diri mencari 'kenyamanan' yang lain, sebelum ajal dan
kematian menghampiri dirinya. Jika itu terjadi, maka Daiki yakin akan
membuat Satsuki merasa berduka dan kehilangan. Nah, bagian terakhir ini
sebenarnya membuat rasa nyamannya terancam juga, sih.
Ah,
entah kenapa ilmu keperawatan dasar tiba-tiba merasuk dalam dirinya
yang macho ini. Efek dari Satsukinisasi (Daiki menyebutnya demikian
karena Satsuki seolah menjadi trending topic terhangat di otaknya selama
beberapa bulan terakhir. Tentunya hal itu membuatnya menjadi
Satsuki-addicted melebihi rasa cintanya pada Mai-chan) yang memilih
bergelut dengan dunia keperawatan membuatnya selalu menjadi kelinci
percobaan. Meski dalam lubuk hatinya yang paling suram Daiki beruntung
karena tidak perlu repot-repot mengeluarkan biaya ekstra untuk kontrol
ke dokter, apalagi terkadang dia mendapatkan service lebih dari Satsuki.
Daiki menyeringai licik mengingatnya.
Motor
sport hitamnya melaju dengan cepat. Berlomba-lomba dengan jarum panjang
pada jamnya, siapa yang lebih cepat sampai pada jam sepuluh yang
tinggal beberapa menit lagi.
Sesampainya di rumah, Daiki dengan
serta merta melepas kancing paling atas seragamnya dan melemparkan diri
pada sofa yang berada di ruang tengah. Betapa nikmatnya berbaring penuh
kebebasan seperti ini. Siapapun takkan menolaknya.
"Dai-chan?"
Itu dia. Suara Satsuki yang menyeruak masuk ke indra pendengarannya diiringi dengan langkah kaki yang kian mendekat.
"Hn?" gumam Daiki sebagai respon. "Tadaima."
"Sejak kapan tiduran di sini?" Tanya Satsuki, berdiri di bagian di mana kepala Daiki berada.
Pria dengan kulit coklat ini tidak langsung menjawab. Berfikir sejenak sebelum berkata, "Barusan." dan kembali berpejam ria.
Satsuki mencibir mendengar balasan singkat Daiki. "Daripada tiduran, lebih baik mandi dulu. Aku sudah memasak air untuk mandi."
Lagi,
Daiki tak memberikan respon yang memuaskan Satsuki sehingga perempuan
itu menarik-narik tangan Daiki yang sebelumnya menutup matanya.
"Berisik, Satsuki." Kata Daiki dengan suara serak. "Lima menit lagi."
"Ini
sudah malam, Dai-chan." Pipinya menggembung imut. Seimut semut-semut.
Sayang Daiki tidak melihatnya. "Semakin malam Dai-chan semakin malas."
Daiki terpaksa mengikuti kemauannya. Tapi alih-alih berdiri, dia malah duduk dengan kepala yang terkulai pada sofa.
"Bangun! Dasar pemalaaass!" titah Satsuki, masih kekeh menarik-narik tangan Daiki.
"Ck, iya. Ce—" kuapan besar menginterupsi dengan setitik air mata di sudut mata Daiki. " —rewet."
Tak
lama setelah kuapan itu, Daiki bangkit dari tempatnya membuat Satsuki
tersenyum senang. Melihat Daiki yang menurut adalah kesenangan
tersendiri baginya mengingat pria itu sangat sulit untuk di perintah.
Lelah
selalu menggerogotinya, itulah mengapa Daiki malas untuk beranjak dari
tempatnya. Namun dia juga melihat guratan yang sama di wajah Satsuki
yang telah menjadi istrinya selama dua bulan terakhir ini. Daiki tahu,
hari-hari Satsuki sebagai perawat telah menyita tenaganya lebih daripada
yang dia bayangkan.
Dan juga Daiki tahu, jika Satsuki menghela nafas lelah di belakangnya.
Ketika
Satsuki hendak ke kamar untuk menyiapkan keperluan Daiki, suara pria
itu memanggil namanya dengan nada khas yang Satsuki tahu begitu lelah di
telinganya.
"Satsuki."
"Ya?"
Daiki berbalik, menatap Satsuki dengan seksama lalu mendekatinya. Keheningan menyelimuti mereka selama sepersekian menit.
"Mau mandi bareng?"
Seketika
wajah putih Satsuki merona, apalagi ketika Daiki dengan seringai —yang
entah kenapa terlihat begitu menggoda di mata Satsuki— jeleknya sejajar
dengan wajahnya.
Sebuah vas bunga melayang, hampir mengenai kepala berhelai navy blue itu. Untung reflek Daiki bagus sehingga dia bisa menghindar di waktu yang tepat.
"Dai-chan bodoh! Dasar mesuumm!" Teriak Satsuki.
"O-oi! Tidak perlu melempariku dengan vas bunga!" Oceh Daiki. "Lagi pula tidak ada pria mesum dengan istrinya sendiri, bodoh."
Wajah Satsuki semakin memerah. Kali ini dia telah bersiap melempari Daiki dengan bantal terdekat.
Daiki segera melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Namun dia kembali berbalik dan masih memasang seringai yang sama.
"Bersiaplah, aku tak akan ragu-ragu malam ini meski kita berdua lelah."
… dan teriakan menggema memenuhi ruang tamu tersebut.
Daiki tahu, rumah dan Satsuki adalah pelepas penatnya, begitupun sebaliknya.
.
FIN
Maaf
ini super duper gaje. Saya gatel pengen nulis fic DaiSuki tapi entah
kenapa malah ancur kaya gini. Ide muncul disaat saya lagi kejepit sama
ujian praktek :'(.

0 komentar:
Posting Komentar
Thank you for visiting my blog. See ya!